Kategori Berita
Daerah
Layanan
Detik Network

Anak Broken Home

Orangtua Kurang Beri Pengertian, Anak Broken Home Bisa Bertindak Ekstrem

Intan Kemala Sari - wolipop
Jumat, 26 Jun 2015 13:07 WIB

Anda menyukai artikel ini

Artikel disimpan

Dok. Thinkstock
Jakarta -

Tumbuh di dalam keluarga yang tidak atau kurang harmonis menjadikan anak merasa tidak dipedulikan dan terabaikan. Hal itu membuat mereka mencari perhatian di luar rumah dengan melakukan kegiatan yang menurutnya bisa mendatangkan kedamaian bagi dalam dirinya. Namun salah-salah, hal tersebut justru bisa berubah menjadi suatu tindakan ekstrem sebagai pelarian diri.

Diterangkan oleh psikolog Ayoe Sutomo, hal mendasar yang mungkin saja terjadi pada anak broken home adalah perubahan perilaku sang anak menjadi buruk, kasar, dan tidak menyenangkan. "Ini dilakukan sebagai bentuk kompensasi dari kurangnya perhatian dan kasih sayang atau problem emosi lainnya," tutur Ayoe saat dihubungi Wolipop, Selasa (23/6/2015).

Anak broken home juga berpotensi melakukan tindakan ekstrem dengan menggunakan narkoba dan pergaulan seks bebas sebagai dampak dari tidak adanya figur yang dapat diteladani. Mereka bisa dengan mudah terpengaruh lingkungan di sekitarnya karena kurangnya perhatian dan komunikasi dari orangtuanya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sedangkan psikolog Elizabeth Santosa M.Psi., menilai, tindakan ekstrem yang dilakukan anak broken home tergantung dari perlakuan orangtua terhadapnya. Jika kedua orangtuanya berpisah secara baik-baik, hal negatif tersebut bisa dihindari.

"Anak yang broken home tidak selalu harus trauma dari perceraian orangtua. Yang membuat mereka trauma adalah perilaku dan hubungan orangtuanya," papar psikolog tiga anak ini saat dihubungi Wolipop.

Lebih lanjut wanita yang juga menjadi tenaga pengajar di Swiss German University Serpong ini menambahkan, ketika orangtua bisa menyelesaikan konflik baik-baik dan tetap menjalankan fungsi ayah dan ibu semestinya, seharusnya trauma anak tidak terjadi. Begitupun dengan masalah-masalah yang muncul saat anak mengalami pertumbuhan juga bisa dinimimalisir.

Wanita yang akrab disapa Lizzie itu kemudian memberikan contoh, orangtua yang sudah bercerai tetapi masih memperebutkan harta anak membuat sang anak trauma. "Atau misalnya mereka tidak bercerai, tetapi di rumah selalu ribut di depan anak-anak. Otomatis si anak ini jadi trauma melihatnya," tutupnya kemudian.

(int/hst)

Anda menyukai artikel ini

Artikel disimpan

Artikel Fokus Selanjutnya
Artikel Terkait
Detiknetwork
Hide Ads