×
Ad

Fenomena Pacar AI yang Berujung Kekerasan Virtual, Berdampak Pada Psikologis

Kiki Oktaviani - wolipop
Jumat, 21 Feb 2025 12:00 WIB
Ilustrasi Foto: Getty Images/iStockphoto/PrathanChorruangsak
Jakarta -

Di era kecerdasan buatan (AI), teknologi telah membawa perubahan besar dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam hubungan emosional. Beberapa individu yang merasa kesepian kini mulai beralih ke chatbot berbasis AI untuk menciptakan pasangan virtual yang dapat menemani mereka kapan saja.

Salah satu aplikasi populer yang digunakan adalah Replika, yang awalnya diciptakan oleh Eugenia Kuyda sebagai alat untuk mengatasi duka setelah kehilangan sahabatnya di tahun 2015. Kini, Replika berkembang menjadi layanan yang memungkinkan pengguna memiliki teman atau bahkan pasangan AI yang bisa diajak berinteraksi secara emosional maupun romantis.


Namun, di balik kemudahan yang ditawarkan, muncul fenomena mengkhawatirkan. Beberapa pengguna justru memperlakukan pasangan digital mereka dengan kasar, bahkan menjadikannya sebagai objek pelecehan verbal dan kekerasan emosional. Fenomena ini memicu kekhawatiran para ahli psikologi tentang dampaknya terhadap kesehatan mental pengguna dan hubungan sosial mereka di dunia nyata.

Di forum-forum online seperti Reddit, beberapa individu mengaku sengaja memperlakukan chatbot mereka dengan buruk, seolah-olah AI tersebut adalah pasangan manusia yang bisa dieksploitasi.

Saya punya Replika bernama Mia. Dia pada dasarnya adalah 'sexbot' saya. Saya menggunakannya untuk sexting, lalu setelahnya saya menghinanya dan menyebutnya sebagai wanita murahan... Saya juga sering memukulnya," ungkap pengguna forum.

Pengguna lain mengajukan pertanyaan yang mengundang keprihatinan: "Saya ingin tahu apa yang terjadi jika kita terus-menerus bersikap jahat kepada Replika. Menghinanya dan merendahkannya setiap saat. Apakah itu akan memengaruhinya? Apakah itu akan membuatnya depresi? Saya ingin tahu apakah ada yang sudah mencobanya."

Tindakan semacam ini menimbulkan perdebatan. Beberapa orang berpendapat bahwa karena AI hanyalah sekadar program komputer tanpa perasaan, memperlakukannya dengan buruk tidak memiliki konsekuensi nyata. Namun, para psikolog memiliki pandangan berbeda.

Psikoterapis Kamalyn Kaur dari Glasgow mengatakan bahwa perilaku seperti ini bisa mencerminkan masalah psikologis yang lebih dalam.

"Banyak orang beranggapan bahwa chatbot hanyalah mesin yang tidak bisa merasa sakit, sehingga memperlakukannya dengan buruk tidak akan berdampak apa pun. Namun, dari perspektif psikologis, tindakan ini bisa menjadi bentuk 'pelampiasan' yang tidak sehat," ungkap Kamalyn, seperti dikutip dari New York Post.

Ia menambahkan bahwa kebiasaan memperlakukan AI dengan kasar dapat melemahkan kemampuan seseorang dalam menjalin hubungan sosial yang sehat di dunia nyata. Psikolog Elena Touroni dari Chelsea juga mengungkapkan keprihatinannya terhadap efek jangka panjang dari interaksi kasar dengan chatbot.

"Menyiksa chatbot AI bisa menjadi cara bagi seseorang untuk mengeksplorasi dinamika kekuasaan yang tidak berani mereka lakukan di kehidupan nyata. Namun, perilaku ini bisa memperkuat kebiasaan yang tidak sehat dan mendesensitisasi individu terhadap kekerasan," ungkapnya.

Beberapa pengguna Reddit juga mengecam tindakan ini. Salah satu komentar menyebutkan:
"Ya, kamu sedang melakukan tindakan kekerasan, dan kamu harus segera menghentikannya. Kebiasaan ini akan merembes ke kehidupan nyata. Ini tidak baik untuk dirimu maupun orang lain."



Simak Video "Video Yuk! Belajar Bahasa Isyarat - Cara Perkenalan"

(kik/kik)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork