Liputan Khusus Batal Menikah
Kenapa Kini Banyak Orang Suka Ungkap Hal Pribadi ke Medsos? Ini Kata Psikolog
Minggu, 06 Des 2020 19:12 WIB
Aneka kisah putus cinta, perselingkuhan hingga batal menikah kini banyak ditemukan di media sosial. Peristiwa yang selama ini dianggap sebagai hal pribadi dan bagi beberapa orang adalah sebuah aib tak lagi disimpan sendiri malah diumbar di media sosial seperti TikTok, Instagram dan Twitter.
Lantas apa yang menyebabkan seseorang dengan mudah mencurahkan isi hatinya lewat media sosial? Wolipop berbincang dengan Psikolog Klinis Dewasa Alfath Hanifah Megawati, M.Psi. untuk mengetahui alasan di balik fenomena ini.
Menurut Psikolog yang akrab disapa Ega itu, berikut alasan seseorang mengungkapkan kisah sedihnya seperti putus cinta, perselingkuhan hingga batal menikah:
1. Emosi tidak nyaman yang kita alami sudah tidak dirasakan lagi. Sehingga kita tidak lagi canggung untuk menceritakan ke publik.
2. Munculnya mekanisme reaksi-formasi dalam diri kita. Mekanisme ini membuat kita melakukan hal yang berlawanan dengan apa yang kita rasakan sebenarnya (misalnya, merasa sedih tapi tertawa, merasa tidak suka tapi bilang baik-baik saja, dsb). Hal ini tanpa sadar kita lakukan untuk melindungi kita merasa lebih tidak nyaman (misalnya, dipandang lemah oleh orang lain, menunjukkan ke orang lain bahwa ini bukan hal besar, menunjukkan kita kuat).
3. Atensi dari orang menonton mengganti hilangnya atensi yang tidak kita dapatkan lagi dari pasangan kita. Kondisi ini membantu kita untuk menjaga perasaan layak untuk disukai dan diterima oleh orang lain.
4. Menyampaikan "sindiran" kepada mantan pasangan. Bagi beberapa orang akan lebih mudah berkeluh kesah melalu media sosial dibandingkan menyampaikanna langsung kepada orang yang bersangkutan
5. Menginspirasi orang banyak. Dengan mampu menginspirasi, maka kita merasa diri kita dapat membantu orang lain dan meningkatkan rasa berharga diri kita.
6. Viral bisa mendatangkan materi. Ega menambahkan pada dasarnya apa yang ditampilkan seseorang di akun media sosialnya adalah hak orang tersebut. Media sosial dapat digunakan tergantung kebutuhan, selama yang ditampilkan atau diceritakan tidak melanggar hukum dan norma.
"Memposting sesuatu di media milik kita memang dapat membantu kita mengeluarkan ketidaknyamanan diri dengan mengekspresikannya. Bahkan dapat juga membantu kita memperoleh empati atau validasi dari orang lain mengenai apa yang kita alami," jelasnya saat dihubungi Wolipop, Jumat (4/12/2020).
Namun, kata Ega, yang perlu diperhatikan adalah porsi dari postingan itu. Jika terlalu banyak (sering) dan terlalu mendalam, maka orang tersebut dapat kehilangan ranah privasinya.
"Hal ini akan mendatangkan ketidaknyamanan baru. Belum lagi, komentar yang masuk tidak selalu bersifat positif. Kesiapan kita untuk menerima komentar negatif perlu menjadi pertimbangann kita sebelum memposting "curhatan" diri kita," lanjut Ega.
Selain itu, pikirkan dampak postingan itu bagi diri orang itu sendiri. Misalnya bagaimana jika dikemudian hari orang tersebut melihatnya lagi atau orang lain membacanya. Jika postingan tersebut tidak memberi banyak manfaat bagi keduanya maka sebaiknya tidak dilakukan.
"Mengekspresikan ketidaknyamanan diri tidak harus melalui media sosial kita. Lebih aman bagi kita dengan menceritakan apa yang kita alami kepada support system yang dapat dipercaya, daripada di media sosial," pungkasnya.
Simak Video "Melihat Emak-emak di Madura Bak 'Toko Emas Berjalan' saat Kondangan"
[Gambas:Video 20detik]
(gaf/eny)