Sering Bertengkar dengan Pasangan Bukan Berarti Tak Cocok, Ini Kata Psikolog
Alissa Safiera - wolipop
Jumat, 24 Jun 2016 19:05 WIB
Jakarta
-
Bertengkar terus-menerus walau sudah lama berhubungan seringkali jadi alasan untuk mengambil kata putus. Kebanyakan mereka berpikir jika masing-masing sudah tak saling cocok sehingga putus adalah jalan terbaik. Lalu, benarkah begitu?
Menurut psikolog Anna Surti Ariani, cocok atau tidaknya pasangan tak tergantung dari frekuensi pertengkaran. Bisa saja mereka yang terlihat tak pernah bertengkar, sebenarnya memendam kekesalan namun tak berani mengekspresikannya untuk menghidari konflik, begitu pun sebaliknya.
"Bisa saja Anda cukup sering bertengkar, namun setiap kali bertengkar justru mampu menyelesaikan dan akhirnya meningkatkan kembali kenyamanan Anda satu sama lain. Ada pula pasangan-pasangan yang memang sangat membutuhkan perdebatan dalam kesehariannya, dan justru merasa tak nyaman ketika menjalani hidup terlalu tenang," ujar psikolog yang akrab disapa Nina
Sering bertengkar memang bisa berarti banyak hal. Ada kemungkinan tanda-tanda mulai jenuh dengan hubungan, namun bisa pula itu adalah tanda Anda merasa sangat nyaman satu sama lain sehingga bisa tenang membuka diri.
Menurut Nina, entah itu kecil atau besar namun ketidakcocokan pasti pernah hadir dalam suatu hubungan. Hal ini tak hanya berlaku pada hubungan asmara, namun juga bisnis dan pertemanan. Tinggal bagaimana Anda membuat ketidakcocokan itu menjadi hal yang dapat menguatkan hubungan.
"Hubungan yang sehat mengijinkan masing-masing pihak bisa menjadi dirinya sendiri (sehingga mungkin berbeda pendapat dengan pihak satunya), dan ketika ada ketidakcocokan atau kesalahpahaman bisa menyelesaikannya dengan baik," tambah psikolog yang juga pendiri situs pranikah ini.
Jadi masalahnya bukan di sedikit atau banyaknya pertengkaran, namun apakah pasangan bisa kembali kompak setelah bertengkar. Saran Nina, sering bertengkar bisa dihadapi dengan cara komunikasi yang baik. Anda perlu jujur dan mengungkapkan keinginan secara spesifik dan kongkrit untuk masa depan hubungan. Setelah komunikasi, lihat bagaimana ia bersikap setelahnya, dan nilai sendiri kecocokan Anda dan pasangan.
"Berikan harapan sekongkrit mungkin, jangan terlalu umum. Harapan yang umum misalnya 'ingin kamu memperlakukan saya lebih baik', sementara harapan yang kongkrit misalnya 'ingin setiap kita bertemu kamu memberi senyum'. Semakin kongkrit harapan yang diungkapkan, semakin mudah pasangan Anda memahami dan mencoba melakukannya," tutupnya.
(asf/asf)
Menurut psikolog Anna Surti Ariani, cocok atau tidaknya pasangan tak tergantung dari frekuensi pertengkaran. Bisa saja mereka yang terlihat tak pernah bertengkar, sebenarnya memendam kekesalan namun tak berani mengekspresikannya untuk menghidari konflik, begitu pun sebaliknya.
"Bisa saja Anda cukup sering bertengkar, namun setiap kali bertengkar justru mampu menyelesaikan dan akhirnya meningkatkan kembali kenyamanan Anda satu sama lain. Ada pula pasangan-pasangan yang memang sangat membutuhkan perdebatan dalam kesehariannya, dan justru merasa tak nyaman ketika menjalani hidup terlalu tenang," ujar psikolog yang akrab disapa Nina
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Nina, entah itu kecil atau besar namun ketidakcocokan pasti pernah hadir dalam suatu hubungan. Hal ini tak hanya berlaku pada hubungan asmara, namun juga bisnis dan pertemanan. Tinggal bagaimana Anda membuat ketidakcocokan itu menjadi hal yang dapat menguatkan hubungan.
"Hubungan yang sehat mengijinkan masing-masing pihak bisa menjadi dirinya sendiri (sehingga mungkin berbeda pendapat dengan pihak satunya), dan ketika ada ketidakcocokan atau kesalahpahaman bisa menyelesaikannya dengan baik," tambah psikolog yang juga pendiri situs pranikah ini.
Jadi masalahnya bukan di sedikit atau banyaknya pertengkaran, namun apakah pasangan bisa kembali kompak setelah bertengkar. Saran Nina, sering bertengkar bisa dihadapi dengan cara komunikasi yang baik. Anda perlu jujur dan mengungkapkan keinginan secara spesifik dan kongkrit untuk masa depan hubungan. Setelah komunikasi, lihat bagaimana ia bersikap setelahnya, dan nilai sendiri kecocokan Anda dan pasangan.
"Berikan harapan sekongkrit mungkin, jangan terlalu umum. Harapan yang umum misalnya 'ingin kamu memperlakukan saya lebih baik', sementara harapan yang kongkrit misalnya 'ingin setiap kita bertemu kamu memberi senyum'. Semakin kongkrit harapan yang diungkapkan, semakin mudah pasangan Anda memahami dan mencoba melakukannya," tutupnya.
(asf/asf)
Home & Living
Suka Dekor Natal Klasik? Snow Globe Kereta Christmas Music Box Ini Wajib Kamu Lirik
Home & Living
3 Pilihan Hampers Natal yang Praktis untuk Rayakan Momen Bersama Orang Terkasih
Home & Living
Carramica Hampers Xmas Pine Florette: Hadiah Natal yang Bikin Sesuatu Jadi Spesial!
Home & Living
Dekorasi Natal Simple tapi Estetik? Ini 3 Item yang Wajib Kamu Punya Biar Rumah Auto Meriah!
Artikel Terkait
ARTIKEL LAINNYA
Bikin Haru! Kisah Perjuangan Anak Dampingi Ibu Lawan Kanker Payudara
Rayakan Hari Ibu, Morinaga Ajak Bunda & Anak Nyanyi Bersama
Penuh Makna, Morinaga Satukan Ibu dan Anak Lewat 'Semua Bunda di Rayakan'
SEMUA BUNDA DIRAYAKAN
Semarak Hari Ibu: Morinaga Ajak 250 Ibu dan Anak Nyanyi Bareng di PIK
Ramalan Zodiak 20 Desember: Aries Saling Pengertian, Taurus Tak Umbar Janji
Most Popular
1
Bikin Haru! Kisah Perjuangan Anak Dampingi Ibu Lawan Kanker Payudara
2
8 Potret Tampan Kim Woo Bin, Sembuh dari Kanker Kini Nikahi Shin Min Ah
3
Busana Kantor Ahn Eun Jin di 'Dynamite Kiss' Picu Kritik, Dinilai Tak Sopan
4
Rayakan Hari Ibu, Morinaga Ajak Bunda & Anak Nyanyi Bersama
5
Cristiano Ronaldo Flexing Tubuh Kekar, Tak Pakai Baju Usai Sauna
MOST COMMENTED











































