Kategori Berita
Daerah
Layanan
Detik Network

Liputan Khusus Pejuang Cinta

Lika-liku Hubungan Berbeda Keyakinan, Bisakah Sampai ke Pelaminan?

wolipop
Jumat, 05 Sep 2014 09:37 WIB

Anda menyukai artikel ini

Artikel disimpan

dok. Thinkstock
Jakarta -

Dalam menjalin hubungan, menemukan pasangan yang tepat adalah perjalanan waktu yang harus ditempuh berliku-liku. Ketika sudah menemukannya, bukan berarti tidak ada faktor penghalang yang dapat menjadikan hambatan dalam sebuah hubungan, salah satunya adanya faktor keyakinan. Jika suatu hubungan dijalani atas dasar perbedaan keyakinan, mampukah sepasang kekasih bertahan dalam menjalani hubungannya hingga ke pelaminan?

Astrini, seorang mahasiswi di Bandung turut berbagi cerita seputar kisah percintaannya dengan kekasih yang berbeda keyakinan. Pertemuan keduanya berawal dari kelompok masa orientasi mahasiswa baru di kampusnya. Wanita 21 tahun ini mendapat tugas untuk memberi tahu barang bawaan orientasi kepada semua teman kelompoknya, termasuk si pria yang kemudian menjadi kekasihnya, melalui pesan singkat. Tetapi sang pacar yang namanya dirahasiakan, berdalih tidak mendapatkan pesan tersebut.

Semenjak itulah mereka mulai sering mengobrol, ditambah tempat kos yang berdekatan sehingga dia dan sang pacar sering pulang bersama. "Pas ospek belum punya banyak teman, waktu aku pernah sakit jadi dia yang nolongin. Bikin tugas juga dan daftar unit kegiatan mahasiswa juga bareng," ujarnya ketika diwawancara wolipop via e-mail pada Selasa (02/09/2014).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selama dua tahun Astrini dan si pria yang saat itu belum menjadi kekasihnya menjalani hubungan tanpa status karena menyadari mereka berbeda keyakinan. Meski terbilang dekat tanpa status yang jelas, Astrini dan si pria memahami bahwa mereka saling suka. Keduanya juga pernah menyatakan perasaan mereka masing-masing namun tidak tau harus berbuat apa. "Tapi kami kayak takut, bingung, dan nggak tau mesti gimana karena beda keyakinan," cerita mahasiswi berdarah Jawa - Persia ini.

Perbedaan keyakinan inilah yang membuat keduanya menjaga jarak selama satu semester. Karena satu hal, mereka intens berhubungan kembali dan berkesempatan untuk berbicara lebih serius. Sifat dan karakter sang pacar yang setia dan pantang menyerah membuat Astrini luluh dan menerima ajakan untuk berpacaran, meski tahu kekasihnya beragama Kristen, sementara dia Islam.

Cobaan dalam hubungan mereka datang dari orangtua. Ibunda Astrini tidak menyetujui hubungan cinta beda keyakinan tersebut. Gara-gara itu hubungan wanita berkacamata ini dengan sang ibu sempat tidak akur. Sifat sang pacar yang tetap telaten untuk mendapatkan restu dari orangtua Astrini pada akhirnya memulihkan hubungan ibu dan anak tersebut. Perlahan ibunda Astrini pun membuka hatinya.

Kini sudah empat tahun Astrini dan kekasihnya menjalin asmara. Niat membawa hubungan ke jenjang yang lebih serius membuat mereka lebih mendalami agama masing-masing dan mencoba mengenal agama pasangan.

Astrini mengatakan semua perjuangan yang dia dan kekasihnya lakukan ini diharapkan bisa berakhir pada satu hal: menikah dengan keyakinan yang sama. "Entah siapa yang pindah," katanya. Demi mencapai tujuan itu berbagai cara pun dilakukan Astrini dan kekasihnya untuk meyakinkan orangtua masing-masing.

Dalam menjalani hubungan beda keyakinan ini, psikolog Ratih Ibrahim menyarankan agar pasangan sebaiknya mencapai kesepakatan sebelum memutuskan untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih serius. Bicarakan dengan serius dengan pasangan mengenai pernikahan dan keluarga seperti apa yang akan dibangun.

"Jalani jika memang kamu dan pasangan sudah mencapai kesepakatan dan siap menghadapi berbagai hal yang sudah kamu prediksi mungkin dialami. Sebaliknya, lebih baik menjadi teman bila memang tidak ada kata kesepakatan dan kesiapan untuk menghadapi konsekuensinya," saran Ratih.

(eny/kik)

Anda menyukai artikel ini

Artikel disimpan

Artikel Fokus Selanjutnya
Artikel Terkait
Detiknetwork
Hide Ads