Sebagai salah satu museum fashion terbesar yang eksis sejak 1977, Palais Galliera di Paris, Prancis, telah menggelar berbagai pameran karya desainer ternama dunia. Namun, sepertinya belum ada yang bisa menandingi besarnya skala 'Temple of Love' yang menyuguhkan karya monumental desainer kontroversial Rick Owens.
Untuk pertama kalinya, museum ini mempersembahkan sebuah pameran retrospektif yang sepenuhnya didedikasikan bagi perjalanan kreatif Owens.
Berlangsung pada 28 Juni 2025 hingga 4 Januari 2026, ekshibisi ini merangkung perjalanan Owens di industri mode, mulai dari awal kariernya di Los Angeles sekitar 30 tahun lalu hingga koleksi terbarunya yang kini mendefinisikan posisi sang desainer sebagai ikon avant-garde dunia.
Wolipop berkesempatan mengunjunginya bersama rombongan Pintu Incubator pada awal Oktober lalu. Memasuki ruang pameran, pengunjung disambut oleh rangkaian siluet yang merepresentasikan evolusi estetik Owens, lengkap dengan ketertarikannya pada ritual spiritual dan referensi eklektik yang melintasi batas seni, sastra, hingga sinema Hollywood awal abad ke-20.
Menariknya, Owens sendiri bertindak sebagai direktur artistik pameran ini. "Ia bekerja langsung bersama tim kuratorial kami untuk merancang alur naratif yang tidak hanya mengisi galeri utama, tetapi juga meluas hingga ke fasad dan taman museum sehingga menjadikan pameran ini sebagai pengalaman imersif dari luar hingga ke dalam," ujar Direktur Museum Emilie Hammen yang menyambut kami.
Di ruang inti pameran, lebih dari 100 tampilan busana dipresentasikan bersama dokumen pribadi, rekaman video, serta instalasi yang belum pernah dipamerkan sebelumnya. Koleksi tersebut memetakan transformasi Owens sejak merintis sebagai pattern-cutter pada 1980-an, sebelum meluncurkan labelnya sendiri pada 1992.
Pada masa awal itu, keterbatasan bahan justru memicu kreativitasnya: ia mengolah ulang tas militer, selimut tentara, hingga kulit hasil pencucian untuk dijadikan gaun dan jaket dengan struktur rumit. Semuanya dibalut palet warna suram, termasuk abu-abu "dust" yang kemudian menjadi ciri khasnya.
Kepindahannya ke Paris pada 2003 menandai babak baru. Pameran ini juga menyoroti sisi provokatif Owens yang kerap menyuarakan kritik sosial melalui runway. Mulai dari mempekerjakan tim penari step beranggotakan perempuan kulit hitam untuk menggantikan model tradisional, hingga pertunjukan yang memamerkan tubuh maskulin apa adanya sebagai bentuk pembalikan dominasi patriarki.
Semua ditampilkan sebagai arsip visual yang mempertegas peran Owens sebagai seniman yang merayakan keberanian dan kekuatan perempuan. Koleksi busana ini dipadukan dengan karya seniman seperti Gustave Moreau, Joseph Beuys, dan Steven Parrino, yang membantu mengungkap sumber inspirasi Owens, sekaligus memperlihatkan hubungan erat antara dunia seni rupa dan desain fashion miliknya.
Koleksi tersebut dipamerkan di area bernama Paris yang langsung menghadap ke tiga jendela besar yang dibiarkan terbuka. "Biasanya pencahayaan sangat diminimalisasi agar tidak merusak koleksi, tapi Owens ingin koleksi tersebut langsung terekspos cahaya. Belum pernah ada seperti ini," kata Emilie.
Pameran ini juga menjadi bahasa cinta bagi Michèle Lamy, pasangan hidup sekaligus kolaborator utama Owens. Kehadirannya terasa dalam hampir setiap sudut ruang, termasuk pada rekreasi kamar tidur mereka di California.
Keseluruhan pengalaman semakin terasa spektakuler ketika pengunjung melangkah keluar. Tiga patung megah yang terinspirasi oleh landmark Paris, Saint Genevieve, berdiri di fasad museum diselimuti kain berpayet rancangan Owens.
Di taman, tumbuh tanaman bunga liar merambat khas California yang merupakan favorit sang desainer. Baru kali ini pula area tersebut 'diintervernsi' oleh empunya pameran. Terdapat pula taman Galliera dipenuhi tiga puluh patung semen bergaya brutalist yang dirancang khusus untuk pameran ini.
Dengan skala yang belum pernah terjadi sebelumnya, 'Temple of Love' bukan sekadar pameran fashion, melainkan sebuah perenungan monumental tentang cinta, keindahan, dan keberagaman.
Palais Galliera benar-benar berubah menjadi semacam "kuil penciptaan", tempat di mana arsip salah satu desainer paling berpengaruh di era modern mendapatkan ruang untuk berbicara-keras, jujur, dan penuh intensitas, sebagaimana karakter Rick Owens sendiri.
Simak Video "Video: Beda Klaim Melani Meciparo-Fans soal Refund Tiket Konser Day6"
(dtg/dtg)