Dopamine Dressing, Trik Berbusana yang Bikin Pemakainya Selalu Happy

Ada kalanya, perasaan bahagia muncul hanya karena busana yang kita pilih. Tanpa disadari, mungkin kita sedang mempraktikkan dopamine dressing, sebuah konsep yang mengaitkan pilihan busana, terutama warna, dengan kebahagiaan dan kesejahteraan psikologis.
Meski istilah ini terkesan baru, kaitan antara warna pakaian dan emosi sebenarnya telah lama dikaji dalam dunia psikologi. Namun, muncul pertanyaan: Apakah benar warna-warna cerah bisa membuat kita lebih bahagia? Atau benarkah pakaian bisa memengaruhi mood kita sehari-hari?
Sudah jamak diketahui bahwa dopamin adalah zat kimia alami yang diproduksi tubuh dan berfungsi sebagai neurotransmitter, yaitu pembawa pesan antar sel saraf.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Maria Costantino, dosen Studi Budaya dan Sejarah di London College of Fashion, menjelaskan bahwa dopamin berkaitan erat dengan perasaan senang, motivasi, dan penghargaan. Dilansir dari Harper's Bazaar internasional, saat kita merasakan sesuatu yang menyenangkan, termasuk mengenakan pakaian baru atau favorit, dopamin bisa meningkat.
Konsep inilah yang mendasari kajian Profesor Karen Pine dari University of Hertfordshire dalam penelitiannya tentang relasi pakaian dan rasa percaya diri pada 2012.
Dari temuannya, tingkat kepercayaan diri seseorang dapat dipengaruhi oleh pakaian yang sarat makna simbolis bagi mereka. Meskipun tidak spesifik mengaitkannya dengan warna, studi ini memperkuat gagasan bahwa busana bisa menjadi pemicu emosi positif.
![]() |
Dalam perspektif sejarah, mulai dari Mesir kuno hingga modern, warna selalu diyakini memiliki efek psikologis tertentu. Misalnya biru muda erat kaitannya dengan efek menenangkan, hijau pucat membuat pikiran lebih rileks, sementara merah bisa membangkitkan gairah.
Namun, Shakaila Forbes-Bell, seorang psikolog fashion dan pendiri Fashion Is Psychology, menekankan bahwa interpretasi warna tidak selalu universal. "Misalnya, putih di budaya Barat melambangkan kemurnian, sementara di sebagian besar budaya Asia, putih identik dengan duka," ujarnya. Dengan demikian, reaksi emosional terhadap warna sangat bergantung pada pengalaman pribadi dan budaya seseorang.
Menurut Forbes-Bell, dopamine dressing yang sempat viral di TikTok awal tahun ini sebaiknya dipahami lewat teori enclothed cognition, yang menyatakan bahwa asosiasi pribadi terhadap pakaian sangat kuat. Jika seseorang merasa bahagia saat mengenakan sweater kuning karena mengingatkan pada momen menyenangkan, maka pakaian itu bisa membangkitkan perasaan bahagia.
Tips Dopamine Dressing: Tidak Harus Cerah, Asalkan Bermakna
Menariknya, tidak semua orang merasa bahagia dengan warna cerah. Ada pula mereka yang mengklaim warna gelap seperti hitam justru memberi rasa percaya diri dan kekuatan. "Ada studi yang menunjukkan bahwa orang yang mengenakan pakaian hitam cenderung dianggap lebih berwibawa dan dominan dalam suatu kelompok," kata Forbes-Bell. Artinya, jika seseorang merasa percaya diri dengan gaya tertentu, rasa bahagia pun akan mengikuti-apa pun warnanya.
Pandangan tentang pengaruh warna terhadap psikologi seseorang tak lepas dari dampak dari pandemi COVID-19 yang sempat membawa kita pada gaya berpakaian yang fungsional dan minim estetika. Kini, saat dunia perlahan bangkit, banyak orang mencari kembali kegembiraan melalui fashion. "Manusia pada dasarnya mencari hal baru dan menyenangkan," ujar Forbes-Bell.
![]() |
Koleksi para desainer yang kini kembali menghadirkan warna-warna cerah dan siluet yang ekspresif di panggung mode memperkuat pernyataan tersebut.
Kondisi serupa ditemui Maria Costantino dalam respons masyarakat Inggris terhadap kondisi sosial dari zaman ke zaman. Ia mencatat, era pasca-Perang Dunia I ditandai dengan gaya flamboyan tahun 1920-an, sementara masa pemerintahan petinggi politik Inggris Oliver Cromwell (1653-1658) penuh dengan warna kelabu dan gaya yang sederhana. Sebaliknya, masa pemulihan setelahnya memunculkan kembali warna-warna mencolok, seperti yang terlihat pada masa Restoration England dan budaya rave tahun 1980-an yang identik dengan neon.
Pada akhirnya, dopamine dressing bukan soal mengikuti tren warna neon atau palet musim semi. Kuncinya, kenali warna dan gaya berbusana yang secara personal memberimu kebahagiaan.
![]() |
"Tambahkan baju warna-warna favorit di lemari pakaian, atau warna yang mengingatkanmu pada kenangan indah, tempat yang menyenangkan, atau seseorang yang Anda cintai. Kenali apa yang bisa kamu asosiasikan dengan rasa percaya diri dan kebahagiaan... dan pakailah itu!" saran Forbes-Bell.
(dtg/dtg)
Ini Warna yang Bikin Bahagia dan Cara Memakainya di Keseharian, Menurut Dokter

Cerita Indra Pernah Terapkan Fashion Day di Sekolah hingga Tuai Pro-kontra

FIFA Rilis Label Fashion Mewah, Gandeng Mantan Desainer Fenty Rihanna

Tren Fashion Lebaran 2025: Solusi Tampil Trendy dan Nyaman

200 Desainer Pamer Karya Busana Teranyar di Indonesia Fashion Week 2025

Neng Eem Gaungkan Inklusi Fashion Lewat Ajang F.O.M.O
Viral Gaya Terbaru Jennie BLACKPINK di Bandara, Padukan Bra dan 'Kaus Kaki'
Tas Hermes Birkin Pertama Pecahkan Rekor Lelang Dunia, Ini Sosok Pembelinya
4 Model Kacamata yang Paling Cocok untuk Wajah Bulat
Akhir Balenciaga Era Demna, Peragaan Koleksi Adibusana Bertabur Bintang
5 Fashion Item Termahal Pecahkan Rekor Lelang Dunia, Ada yang Laku Rp 502 M

Potret Influencer Cantik yang Bikin Heboh Wimbledon, Ternyata Bukan Wanita Asli

7 Foto Penampilan Terbaru Jerry Yan yang Tak Menua di Reuni F4

Most Populer: Petenis Wimbledon Buka Rok di Depan Penonton

Laporan Otopsi Humaira Asghar, Jenazah Membusuk & Organ Menghitam
