Kategori Berita
Daerah
Layanan
Detik Network

Curhat Desainer Indonesia Rintis Bisnis Mode, Berjalan dengan Kaki Berdarah

Daniel Ngantung - wolipop
Jumat, 17 Mei 2024 14:00 WIB

Anda menyukai artikel ini

Artikel disimpan

Gaun feminin dalam koleksi Hartono Gan, namun ia menyelipkan cutting edgy dengan membuat cape atau dress berpotongan cocoon.
Hartono Gan (Foto: Mohammad Abduh/detikcom)
Jakarta -

Di balik glamornya dunia fashion, ada perjuangan seorang desainer dan timnya. Meniti karier sebagai perancang dan melakoni bisnis mode kadang tak seindah gaun-gaun yang dibuat.

Hartono Gan termasuk yang sudah merasakan asam-garam profesi tersebut. Kariernya dimulai sekitar 15 tahun lalu, bukan di Jakarta, melainkan Medan yang merupakan kota asalnya.

"Dulu mimpi pengin jadi desainer karena hidup yang sangat glamor, mau dapat tepuk tangan setelah fashion show, lalu dikasih bunga 50 lusin. But once you step in the business, it's a different story," ungkap Hartono Gan saat JF3 Talks Vol. 2 di Lakon Gading Serpong, Rabu (16/5/2024).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

JF3 Talks Vol 2 2024Desainer Hartono Gan di JF3 Talks Vol 2 2024 (Foto: Daniel Ngantung/detikcom)

Desainer sudah menjadi pekerjaan impiannya sejak kecil. Ia pun menseriusinya dengan mempelajari mode secara akademis di Singapura dan kembali ke Indonesia untuk membangun jenama sendiri.

Fokus Hartono Gan mulanya tertuju pada koleksi bridal, sebelum akhirnya mulai menerima pesanan (made to order/bespoke) di luar gaun pengantin. Sukses di Medan, pendiri jenama Hartono Gan Made in Indonesia ini mulai melebarkan sayapnya ke Ibukota.

ADVERTISEMENT

Karya pria 37 tahun ini mulai mendapat pengakuan setelah sejumlah selebriti, termasuk Luna Maya, memakainya. Desainer yang memiliki garis rancangan feminin dengan estetika tailoring yang kuat ini juga mendapat kesempatan untuk menggelar peragaan di beberapa pentas mode berprestise seperti Jakarta Fashion Week dan Jakarta Fashion & Food Festival (JF3).

Terlepas dari itu, bukan berarti usaha rintisan Hartono Gan tak melulu berjalan mulus. Dinamika tren, gejolak perekonomian, perubahan kebiasaan pasar dalam mengonsumsi produk, hingga persaingan yang kurang sehat antar sesama pelaku bisnis, adalah beberapa tantangan yang dihadapinya.

Belum lagi masalah internal, seperti urusan mencari penjahit yang cocok, hingga menggaji karyawan saat pemasukan tidak sesuai target.

"Jadi desainer rasanya seperti berjalan dengan kaki berdarah, tapi nggak bisa mundur," kata pria yang sempat bekerja di Hong Kong itu.

Gaun feminin dalam koleksi Hartono Gan, namun ia menyelipkan cutting edgy dengan membuat cape atau dress berpotongan cocoon.Kreasi Hartono Gan. (Foto: Mohammad Abduh/detikcom)

Namun, pengalaman tersebut semakin mengasah kemampuan Hartono dalam menjalankan sebuah usaha serta bertahan di tengah industri kreatif yang semakin penuh pemainnya.

Menurut Hartono, desainer seperti one-man show karena mereka umumnya berdiri sendiri tanpa dukungan investor di awal.

"Seiring berjalan waktu, saya belajar marketing plan itu sangat penting. Selain itu, kita sebagai perancang harus paham bahwa setiap market yang kita sasar punya karakter berbeda-beda. Bahkan Medan dan Jakarta saja beda jauh meski sama-sama kota besar," katanya.

(dtg/dtg)
Tags

Anda menyukai artikel ini

Artikel disimpan

Artikel Fokus Selanjutnya
Artikel Terkait
Wolipop Signature
Detiknetwork
Hide Ads