Di balik glamornya dunia fashion, ada perjuangan seorang desainer dan timnya. Meniti karier sebagai perancang dan melakoni bisnis mode kadang tak seindah gaun-gaun yang dibuat.
Hartono Gan termasuk yang sudah merasakan asam-garam profesi tersebut. Kariernya dimulai sekitar 15 tahun lalu, bukan di Jakarta, melainkan Medan yang merupakan kota asalnya.
"Dulu mimpi pengin jadi desainer karena hidup yang sangat glamor, mau dapat tepuk tangan setelah fashion show, lalu dikasih bunga 50 lusin. But once you step in the business, it's a different story," ungkap Hartono Gan saat JF3 Talks Vol. 2 di Lakon Gading Serpong, Rabu (16/5/2024).
Desainer sudah menjadi pekerjaan impiannya sejak kecil. Ia pun menseriusinya dengan mempelajari mode secara akademis di Singapura dan kembali ke Indonesia untuk membangun jenama sendiri.
Fokus Hartono Gan mulanya tertuju pada koleksi bridal, sebelum akhirnya mulai menerima pesanan (made to order/bespoke) di luar gaun pengantin. Sukses di Medan, pendiri jenama Hartono Gan Made in Indonesia ini mulai melebarkan sayapnya ke Ibukota.
Karya pria 37 tahun ini mulai mendapat pengakuan setelah sejumlah selebriti, termasuk Luna Maya, memakainya. Desainer yang memiliki garis rancangan feminin dengan estetika tailoring yang kuat ini juga mendapat kesempatan untuk menggelar peragaan di beberapa pentas mode berprestise seperti Jakarta Fashion Week dan Jakarta Fashion & Food Festival (JF3).
Terlepas dari itu, bukan berarti usaha rintisan Hartono Gan tak melulu berjalan mulus. Dinamika tren, gejolak perekonomian, perubahan kebiasaan pasar dalam mengonsumsi produk, hingga persaingan yang kurang sehat antar sesama pelaku bisnis, adalah beberapa tantangan yang dihadapinya.
Belum lagi masalah internal, seperti urusan mencari penjahit yang cocok, hingga menggaji karyawan saat pemasukan tidak sesuai target.
"Jadi desainer rasanya seperti berjalan dengan kaki berdarah, tapi nggak bisa mundur," kata pria yang sempat bekerja di Hong Kong itu.
Namun, pengalaman tersebut semakin mengasah kemampuan Hartono dalam menjalankan sebuah usaha serta bertahan di tengah industri kreatif yang semakin penuh pemainnya.
Menurut Hartono, desainer seperti one-man show karena mereka umumnya berdiri sendiri tanpa dukungan investor di awal.
"Seiring berjalan waktu, saya belajar marketing plan itu sangat penting. Selain itu, kita sebagai perancang harus paham bahwa setiap market yang kita sasar punya karakter berbeda-beda. Bahkan Medan dan Jakarta saja beda jauh meski sama-sama kota besar," katanya.
Simak Video "Video: TGC Jakarta 2025 Gandeng 4 Designer - Musisi Indonesia Ternama"
(dtg/dtg)