Kategori Berita
Daerah
Layanan
Detik Network

Fenomena 'Love Island Face', Ketika Filler dan Botox Dianggap Berlebihan

Kiki Oktaviani - wolipop
Rabu, 06 Agu 2025 10:30 WIB

Anda menyukai artikel ini

Artikel disimpan

Kontestan Love Island
Kontestan Love Island Foto: dok. Instagram @loveisland
Jakarta -

Dahi yang kaku, bibir bengkak, tulang pipi setajam pisau roti, tampilan ini kini dikenal sebagai 'Love Island Face', tren estetika yang mencuri perhatian dari reality show Love Island. Bukannya dipuji, tampilan ini justru mengundang kritik karena dianggap mempromosikan standar kecantikan yang tidak realistis.

Di tengah gemerlap vila mewah dan drama asmara para kontestan, ada satu hal yang benar-benar mencolok dari penampilan kontestan yakni wajah mereka yang seragam. Dahi tak bisa bergerak, bibir terlihat sangat penuh, dan kontur wajah tampak seperti hasil karya seni digital, semua serba simetris, serba ditarik, dan jelas penuh suntikan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tampilan khas ini sangat dipenuhi filler, terutama di bagian pipi, bibir, dan dagu. Efeknya memang seperti makeup. Bagus di foto, tapi tampak tidak alami dalam video maupun dunia nyata," ujar Dr. Angela Sturm, ahli bedah plastik, dalam wawancara dengan PureWow.

Dengan tambahan botox, kesan kaku ini pun menjadi paket lengkap. Bagi sebagian orang, ini adalah lambang estetika modern. Namun dibalik itu, tersembunyi kekhawatiran yang lebih dalam tentang obsesi gen Z yang terhadap kesempurnaan instan.

ADVERTISEMENT
Kontestan Love IslandKontestan Love Island Foto: dok. Instagram @loveisland

Sebagian besar kontestan Love Island berasal dari Gen Z. Tak heran jika penampilan dianggap sebagai bagian dari identitas dan alat pencapaian sosial.

"Fenomena ini mencerminkan upaya masyarakat untuk mencari rasa aman melalui keseragaman. Dalam dunia yang serba tidak pasti, mengubah penampilan bisa terasa seperti satu-satunya area yang bisa dikendalikan untuk mencapai kesuksesan sosial," jelas Erin Pash, terapis sekaligus pendiri Pash Co.

Kontestan Love IslandKontestan Love Island Foto: dok. Instagram @loveisland

Namun, efek dari prosedur berlebihan tidak selalu menyenangkan. Banyak yang berakhir dengan penyesalan. Kini, mulai bermunculan gerakan ke arah sebaliknya yakni estetika 'glow-down.' Ini adalah tren yang dipelopori Gen Z dan milenial, di mana filler 'dibubarkan', implan dilepas, dan tampilan alami kembali jadi primadona.

"Pasien masa kini tidak ingin terlihat berbeda. Mereka hanya ingin terlihat lebih baik. Tren yang terlalu berlebihan sudah tidak diminati," kata Dr. David Hidalgo, ahli bedah plastik dari Upper East Side, kepada The Post.

Menurutnya, banyak pasien yang akhirnya menyadari bahwa penggunaan filler membuat wajah mereka kehilangan kesan alami.

"Wajah mereka tidak lagi terlihat natural, dan akhirnya mereka menyerah," tambah Dr. Hidalgo.

Dr. Sturm juga mengingatkan bahwa tren seperti 'Love Island Face' dapat berdampak buruk dalam jangka panjang. Proses penuaan alami bisa terganggu dan membuat wajah tampak tidak seimbang seiring waktu.

"Wajah seperti itu kemungkinan besar tidak akan menua dengan baik," ujarnya.

Meski begitu, harapan baru mulai terlihat. Menurut Dr. Lanna Cheuck, industri kecantikan kini mulai bergerak menuju arah yang lebih sehat dan realistis.

"Kita memasuki era transparansi dan pembalikan prosedur filler, terutama pada bibir dan pipi. Prosedur yang lebih natural dan regeneratif kini jadi pilihan utama," tutup Dr. Cheuck.

(kik/kik)

Anda menyukai artikel ini

Artikel disimpan

Artikel Fokus Selanjutnya
Artikel Terkait
Wolipop Signature
Detiknetwork
Hide Ads