Langkah berani Merianti, wanita asal Pontianak, Kalimantan Barat ini, tengah menjadi perbincangan hangat di media sosial. Ia memilih keluar dari zona nyamannya sebagai karyawan bank di Tanah Air dan pindah ke Australia untuk bekerja sebagai pemetik buah. Keputusan yang tak biasa ini justru membuka jalan menuju penghasilan yang jauh lebih besar dan pengalaman hidup yang tak terlupakan.
Selama lebih dari satu setengah tahun tinggal di Australia, Meranti menjajal berbagai jenis pekerjaan. Ia pernah bekerja sebagai pelayan di restoran, mencuci piring di dapur, hingga bekerja di gudang. Namun salah satu pekerjaan utamanya adalah menjadi pemetik dan penyortir buah di sejumlah pertanian. Pekerjaan tersebut cukup menantang, namun sebanding dengan upah yang ditawarkan.
"Dibayar Rp 300 per jam yes that's right. Halo aku Meri sebelumnya terima kasih banyak aku jadi bisa sharing tentang kehidupan aku di Australia dan juga info-info tentang dunia per WHV-an," tulis keterangan postingan @meriiwinerry.
Melalui kolom komentar, wanita yang akrab disapa Meri ini menjelaskan mengenai penghasilan yang didapatnya. Ia membantah komentar warganet yang menyebutkan kalau dirinya sudah mengumpulkan banyak uang dan terkumpul Rp 1 miliar dari pekerjaannya sebagai pemetik buah.
"Enggak ya guys, walau pun upah Australia itu $30 per jam tapi itu belum dipotong dengan pajak 15% untuk pemegang WHV, belum lagi dipotong dengan uang sewa. Uang groceries, uang kuota dan beberapa biaya lainnya. Next aku bakalan jelasin satu per satu bagaimana proses aku mendapatkan visa WHV, apa saja syaratnya? Biaya-biaya hidup di Australia dan realita bekerja di Australia sisi terang dan gelapnya," ucap Meri.
Meri bekerja sebagai pemetik buah di Australia melalui program Working Holiday Visa (WHV). Dengan sistem pembayaran mingguan atau dua mingguan, dia bisa memperoleh sekitar Rp 331.000/jam, tergantung pada jenis pekerjaan dan lokasi.
Meski pekerjaannya menguras tenaga, ia mengaku bersyukur karena bisa menabung lebih banyak, menjelajahi tempat-tempat baru, dan belajar mandiri di negeri orang. Baginya, bekerja kasar di Australia justru memberikan peluang yang selama ini sulit ia raih saat bekerja kantoran di Indonesia.
"Aku asal dari Pontianak dan sekarang sedang merantau di Australia dengan Working Holiday Visa (WHV). Aku sudah pernah bekerja jadi waiters, sortir buah, kerja di gudang, tukang cuci piring, petik apel, tomat, raspberry, sekarang lagi sorting buah jeruk. Pindah-pindah satu state ke state yang lain. Demi cari kerja buat perpanjang visa," jelasnya.
Meri mengaku pernah menganggur selama dua bulan, sampai pernah cedera serius karena bekerja dan tidak bisa bekerja selama berminggu-minggu di Australia. Tapi dia harus tetap bayar tempat tinggal dan groceries. Kondisi tersebut tentu membuatnya stres.
"Kebayang gak sih stressnya bagaimana, aku pernah saldo aku di bawah $10. Kalau ada yang bilang bisa Rp 1 Miliar tahun pertama, bakalan susah banget buat nabung. Tapi aku percaya setiap orang punya jalan dan keberuntungannya masing-masing," jelasnya.
Meri juga mengunggah perjalanan dan pengalamannya selama di Australia di akun Instagramnya @meriiwinerry. Postingan kisah Meri menjadi pemetik buah di Australia tersebut sudah ditonton lebih dari 183 ribu kali dan mendapatkan banjir komentar dari warganet.
"Caranya gimana ka?" tanya akun @rhn_muhammad.
"Ini nih yg jujur. Makasih mbak udah berbagi dengan jujur. Jadi di australia gk cuman ada manisnya doang," ucap akun @vineyard_alexey.
"Kak saya minat mau kerja kayak kakanya nih, tolong dikasih info dong," timpal akun @j_pollux16.
Konfirmasi Wolipop
Saat dikonfirmasi oleh Wolipop, Merianti mengatakan sebelum ke Australia, ia pernah bekerja sebagai Customer Service di salah satu bank di Pontianak. Meri mengaku awalnya orangtuanya kaget saat dia memutuskan bekerja di Australia.
"Pasti awalnya mereka kaget, karena keputusanku cukup besar dan mendadak. Tapi mereka juga mendukung dan bangga, apalagi setelah tahu aku serius menjalani prosesnya," kata Meri kepada Wolipop.
Wanita yang berusia 30 tahun ini datang ke Australia bukan dengan visa pelajar, tapi Working Holiday Visa (WHV). "Jadi tujuannya memang untuk bekerja sekaligus liburan. Bukan untuk studi," sambungnya.
Anak bungsu dari lima orang bersaudara ini sebelumnya kuliah jurusan Management di Politeknik Tonggak Equator, Pontianak, Kalimantan Barat. Ia mengungkapkan alasannya merantau ke Australia.
"Awalnya karena alasan ekonomi, tapi di sisi lain aku juga memang punya keinginan kuat untuk merasakan hidup di luar negeri, keluar dari zona nyaman, dan mengenal budaya serta cara hidup yang berbeda," ujar Meri.
Saat pertama kali di Australia, Meri sempat merasa kesulitan berinteraksi dengan orang yang berasal dari berbagai negara. Tidak mudah baginya untuk bisa memahami bahasa Inggris dengan logat asing.
"Iya, kesulitan utama di awal itu soal bahasa. Ternyata saat ngobrol langsung dengan native speaker, aku cukup kesulitan memahami karena logat mereka. Tapi lama-lama terbiasa, apalagi karena harus berinteraksi dengan orang dari berbagai negara juga. Selain itu, cari kerja juga cukup menantang. Di awal sempat lama nganggur sebelum akhirnya dapat panggilan. Tapi aku terus berusaha sambil bangun relasi," tutur Meri.
Ia juga menuturkan suka dan dukanya saat berada di Australia. Meri mengaku tak ada teman atau keluarga yang tinggal di sana.
"Sukanya, aku bisa merasakan hidup di tempat yang benar-benar baru, dengan budaya, suasana, dan orang-orang yang beda banget dari Indonesia. Tempat-tempatnya juga indah banget.
Dukanya, tentu saat cari kerja yang nggak mudah. Kalau belum dapat kerja, itu rasanya benar-benar bikin stres karena biaya hidup di sini tinggi banget," pungkas Meri.
(gaf/eny)