Nouhaila Benzina membuat sejarah baru ketika menjadi pemain pertama yang mengenakan hijab selama pertandingan Piala Dunia Wanita FIFA. Nouhaila Benzina merupakan bagian dari Timnas Maroko.
Nouhaila Benzina juga merupakan pemain dari negara Arab atau Afrika Utara pertama yang pernah ada di turnamen. Bek yang berusia 25 tahun itu menjadi pemain pertama yang mengenakan hijab di Piala Dunia Wanita tingkat senior.
Seperti dikutip dari Independent, Benzina dan tim nasional sepak bola wanita Maroko (Atlas Lionesses) menghadapi juara Piala Dunia dua kali, yaitu Jerman di Melbourne, Australia, pada hari Senin (24/7/2023). Maroko kalah melawan Jerman dengan skor 6-0.
"Kami merasa terhormat menjadi negara Arab pertama yang ambil bagian dalam Piala Dunia Wanita. Dan kami merasa bahwa kami harus memikul tanggung jawab besar untuk memberikan citra yang baik, untuk menunjukkan prestasi yang telah dibuat tim Maroko," kata kapten Maroko Ghizlane Chebbak pada Minggu(23/7/2023).
Meski demikian kekalahan Maroko tak membuat nama Benzina meredup. Dia tetap sukses menorehkan sejarah dalam pertandingan Piala Dunia Wanita FIFA 2023.
"Gadis-gadis akan melihat Benzina (dan berpikir) 'itu bisa jadi saya'. Juga para pembuat kebijakan, pembuat keputusan, administrator akan mengatakan, 'Kita perlu berbuat lebih banyak di negara kita untuk menciptakan ruang yang menerima dan terbuka dan inklusif ini bagi perempuan dan anak perempuan (berhijan) untuk berpartisipasi dalam permainan," ungkap Assmaah Helal, salah satu pendiri Muslim Women in Sports Network mengatakan tentang hijab.
Benzina, yang bermain sepak bola klub profesional untuk Asosiasi Olahraga Pasukan Bersenjata Kerajaan berhasil meraih juara bertahan delapan kali di liga wanita top Maroko. Saat ini, Benzina belum bersedia untuk berbicara dengan wartawan tentang prestasinya bertanding di Piala Dunia Wanita. Dalam beberapa pekan terakhir, Benzina memilih mengunggah beberapa kegiatannya di akun media sosial.
Pada tahun 2007, seorang wasit melarang seorang gadis Kanada berusia 11 tahun mengenakan hijab selama pertandingan. Ketika masalah ini mencapai FIFA, badan pengatur olahraga global melarang penutup kepala dalam kompetisi dan dikenakan sanksi, kecuali untuk penutup yang mengekspos leher.
FIFA mengutip kekhawatiran ada "kesehatan dan keselamatan", beberapa terkait dengan kemungkinan tersedak, dengan peraturan yang melarang "peralatan yang berbahaya bagi dirinya sendiri atau pemain lain."
"Itu benar-benar mengirim pesan yang kuat kepada wanita Muslim, terutama mereka yang mengenakan hijab," kata Helal, manajer operasi Creating Chances and Football United yang berbasis di Australia. Helal termasuk di antara aktivis sosial, atlet Muslim, dan pejabat pemerintah dan sepak bola yang bekerja untuk membatalkan larangan tersebut.
Pada tahun 2012, FIFA memberikan Konfederasi Sepak Bola Asia masa percobaan dua tahun di mana pemain akan diizinkan untuk mengenakan penutup kepala di kompetisi internasional. Namun tidak ada Piala Dunia tingkat senior, pria atau wanita, yang dijadwalkan selama masa uji coba.
Pada tahun 2014, FIFA mencabut larangan penutup kepala. Dua tahun kemudian, Piala Dunia Wanita U-17 di Yordania menandai pertama kalinya pemain Muslim mengenakan hijab selama acara internasional FIFA.
Maryan Hagi-Hashi, seorang warga Melbourne yang menghadiri sesi latihan publik Maroko pekan lalu, mengatakan dia mendukung timnas Maroko bersama tuan rumah turnamen Australia. Dia menghargai representasi yang diberikan tim Maroko dan Benzina.
"Ada campuran wanita (Muslim) yang mengenakan hijab dan tidak mengenakan hijab. Saya pikir dunia telah menyadari ada keragaman," jelas Hagi-Hashi.
(gaf/eny)