Panggung peragaan yang indah menjadi salah satu penunjang sebuah parade busana. Denny Wirawan baru-baru ini mempersembahkan karya terbarunya dalam presentasi unik dan belum pernah dilakukan sebelumnya. Sang desainer memboyong koleksinya ke Kudus, tempat asal Batik yang digunakannya. Rumah adat Joglo Pencu pun disulap menjadi runaway untuk memamerkan 'Sandyakala Smara'.
Denny Wirawan merilis koleksi bertema 'Sandyakala Smara' yang berarti goresan cinta di langit merah. Sesuai dengan namanya yang romantis, rangkaian busana yang mengusung Batik Kudus kali ini juga dipresentasikan dengan spesial. Bertempat di Rumah Adat Kudus Yasa Amrta pada Rabu, (6/9/2023), selain untuk keindahan, karyanya diharapkan bisa membantu mengangkat UMKM dan wisata sekitar.
"Dinamakan Sandyakala Smara, karena kita memamerkannya pada saat sunset dan cinta saya kepada Batik Kudus," ungkap selagi terharu ketika ditemui Wolipop di Jiva Bestari, Kudus, Jawa Tengah, Kamis, (7/9/2023).
Lebih lanjut, Denny menjelaskan persiapan koleksi ready to wear itu dilakukan selama tiga tahun dengan masa produksi empat bulan. Rasa harunya pun dilatarbelakangi kecintaannnya pada Batik Kudus setelah melakukan riset mendalam, termasuk untuk show kali.
"Untuk memberikan satu yang baru, kita melakukan melakukan riset terhadap Batik Kudus yang merupakan cikal bakal Batik Pesisiran. Jadi secara sejarahnya banyak dibuat tahun 20an sampi 50an dan diproduksi oleh pengusaha Tionghoa karena itu melahirkan Batik dengan konsep Peranakan yang menjadi ciri khasnya. Peranakan dipengaruhi Tionghoa, Eropa, dan Nusantara," tuturnya.
Karena itu, Joglo Pencu menjadi latar yang sesuai untuk koleksi Batiknya yang bernuansa oriental. Rumah antik itu sendiri dibuat pada 1800 dan telah dimiliki secara pribadi oleh keluarga Hartono sejak 50 tahun lalu. Sebelumnya, rumah itu tersimpan di gudang dan berniat dibawa ke Jakarta sebelum akhirnya dibuat sebagai tempat peragaan busana Denny Wirawan. Kawasan
Yasa Amrta sendiri tidak dibuka untuk umum tapi bisa dikunjungi dengan persetujuan.
Dihadiri 250 orang, parade busana tersebut tidak hanya berhasil memanjakan mata para pecinta fashion tapi juga memajukan UMKM sekitar, termasuk pembatik. Dikatakan bahwa acara tersebut sukses melariskan Batik klasik yang harganya mahal dan tidak terjual selama pandemi. Begitu juga kuliner di Kota Kretek itu yang ludes menjelang acara.
(ami/ami)