Bencana alam di kawasan Batu Busuk, Kecamatan Pauh, Sumatera Barat menyebabkan akses utama jalan menuju daerah tersebut putus total. Jalan rusak setelah diterjang banjir.
Kondisi memprihatinkan ini terekam jelas melalui unggahan media sosial warga setempat. "Putus total ya Allah 😭," tulis Fera melalui akun Instagram @dapurnya_khadijah, menggambarkan rasa syok dan duka mendalam saat melihat infrastruktur jalan yang hancur terbawa arus air berwarna cokelat pekat.
Dalam video yang dibagikan, terlihat debit air sungai meningkat tajam dan menghantam fondasi jalan hingga tak menyisakan akses bagi kendaraan maupun pejalan kaki.
Menurut unggahan dalam video itu, warga di lokasi kejadian hanya bisa terpaku di tepi patahan jalan sambil menyaksikan derasnya aliran air. Putusnya akses ini mengancam mobilitas warga Batu Busuk yang kini terisolasi.
Pihak terkait diharapkan segera melakukan evakuasi dan pengamanan di area terdampak, mengingat kondisi cuaca yang masih mendung dan potensi longsor susulan yang bisa terjadi sewaktu-waktu di sekitar tebing sungai. Unggahan tersebut langsung mendapatkan beragam reaksi warganet.
"Ya Allah lindungi saudara-saudara kami," doa pengguna Instagram @desliatiamran.
"Ya Allah,, bagaimana dengan warga yg masih menetap di dalam batu busuk,,masih ada satu posko pengungsian di puncak sana,, di musholla rimbo panjang 😢😢," saut @kurniasari86.
"Apa gak ada pergerakan dari pemerintah setempat untuk mengembalikan jalur air ke jalur awal, kalau di biarkan terus, lama2 akan di gerus air terusss," timpal akun @tokosepatubolafutsal.id.
Konfirmasi Wolipop
Suasana duka menyelimuti warga Batu Busuk, Kecamatan Pauh, Kota Padang. Fera Yulia, seorang ibu rumah tangga dan pelaku UMKM makanan frozen, menceritakan betapa beratnya cobaan yang menimpa keluarganya sejak November 2025. Puncaknya, akses jalan utama menuju wilayah tersebut kini dinyatakan putus total.
Bagi Fera, akhir tahun 2025 menjadi masa paling kelam. Sebelum bencana melanda, keluarganya baru saja kehilangan sosok orang tua.
"Sebelumnya aku mau cerita, mertua laki-laki aku meninggal 14 November 2025," ungkap Fera kepada Wolipop.
Belum kering air mata duka, bencana galodo (banjir bandang) menghantam pemukiman mereka. "Saat hati kami masi berduka, 28 November rumah pun ikut hanyut. Nggak ada satupun yang di bawah dari rumah, kecuali sepasang mukena dan baju di badan. Karena kondisinya saat itu air yang naik itu sekitar setengah 6 pas selesai salat subuh," ucap Fera.
Kronologi Galodo dan Hilangnya Puluhan Rumah
Fera menjelaskan bahwa bencana ini terjadi dalam beberapa gelombang. Galodo pertama terjadi pada 25 November 2025 yang menghanyutkan dua rumah. Sempat ada harapan saat cuaca cerah pada 26 November, namun kondisi berbalik drastis.
"Ternyata kamis, 27 sampai 28 November kembali hujan deras, galodo kedua membawa air bah yang sangat besar menghabiskan lebih dari 85 rumah di batu busuk," jelasnya.
Dalam kejadian tersebut, keluarga suami Fera harus merelakan tujuh rumah mereka hilang hanyut terbawa arus. Bahkan, suami dan kerabatnya sempat terkepung banjir di tengah-tengah luapan air.
Akses yang Kian Menghilang
Setelah sempat mengungsi di Masjid Kampus Universitas Andalas, Fera dan keluarga kini bertahan di satu-satunya rumah nenek yang tersisa. Namun, tantangan baru muncul karena setiap hujan deras turun, air selalu meluap dan merusak infrastruktur.
"Yang biasanya bisa jalan mobil. Berangsur cuma bisa jalan motor, dan akhirnya cuma bisa jalan kaki," kata Fera menggambarkan kondisi jalan yang terus terkikis. Puncaknya terjadi pada Minggu, 14 Desember 2025, saat debit air kembali membesar.
"Sampai pada Minggu, 14 Desember air kembali besar dan membuat jalan ke batu busuk putus total. Untuk jalan kaki kami harus naik bukit dulu," lanjut Fera.
Kini, warga hanya bisa berharap adanya bantuan percepatan perbaikan akses agar bantuan logistik dan mobilitas warga tidak terhambat lebih lama.
Sebagai upaya memulihkan akses yang terputus total sejak 15 Desember 2025 akibat terjangan arus banjir deras, masyarakat Batu Busuk bersama anggota Polri bahu-membahu melaksanakan gotong royong untuk membangun jalan darurat.
Di tengah keterbatasan infrastruktur yang mengharuskan warga menanjaki bukit untuk bermobilitas, semangat kemandirian juga ditunjukkan oleh para penyintas yang memilih membangun hunian sementara (huntara) secara swadaya daripada hanya menunggu bantuan pemerintah.
Sinergi antara warga dan aparat ini menjadi tumpuan utama bagi pemulihan wilayah Batu Busuk yang sebelumnya sempat terisolasi akibat bencana banjir bandang yang menghancurkan akses transportasi utama mereka.
(gaf/eny)