"Give a man a fish, feed him for a day. Teach a man to fish, feed him for a lifetime." Kutipan bijak dari filsuf China Lao Tzu itu cukup untuk menggambarkan misi Perempuan Tangguh Indonesia (PTI).
Kalimat tersebut pun menghiasi salah satu sudut stan PTI di pameran Cerita Nusantara 2023 yang digelar oleh Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) di Jakarta Convention Center, Selasa (28/11/2023).
PTI berbeda dari peserta lain di pameran yang mengangkat produk kreatif dari sektor kriya dan wastra Tanah Air itu. Karya yang dipajang merupakan kreasi murid-murid disabilitas dan anak berkebutuhan khusus binaan PTI.
Produknya beragam, mulai dari makanan seperti telur asin dan kripik, hingga fashion yang mencakup tas daur-ulang dari kain perca hingga scarf yang dihiasi lukisan digital.
Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki dan rombongan sempat menyambangi stan tersebut jelang seremoni pembukaan Cerita Nusantara 2023. Dua pengurus PTI, Mira Rajasa dan Intan Abdams Katoppo, menyambut mereka.
Mira dan Intan termasuk dari 29 perempuan dari berbagai latar belakang keluarga dan profesi yang mendirikan PTI. Terbentuk pada awal 2020, organisasi ini berawal dari kegiatan amal mereka bagi kaum papa yang terdampak COVID-19.
"Kami ke kampung-kampung di Jakarta untuk penyuluhan cuci tangan, sampai akhirnya dilibatkan untuk kegiatan vaksinasi kaum disabilitas di Bandung. Di situ, kami bertemu banyak sekali komunitas disabilitas," ujar Intan kepada Wolipop.
Cerita-cerita dari para orangtua yang cemas hidup anak dengan kebutuhan khusus tersebut luntang-lantung bila mereka sudah meninggal menggerakkan PTI. Bagi Mira, isu ini sangat personal sebagai seorang ibu dari seorang anak disabilitas.
"Seperti kita tahu, mereka masih terdiskriminasi," ungkap Mira.
Hidup mandiri merupakan suatu keniscayaan selama mereka diberi kesempatan untuk berkembang dan berkarya. Berpegang teguh pada prinsip tersebut, PTI yang diketuai oleh Myra Winarko ini hadir untuk mempersiapkan kaum disabilitas berwirausaha dengan memberdayakan talentanya masing-masing.
Misi PTI mencakup pengembangan kemampuan diri penyandang disabilitas melalui pelatihan, pendampingan, dan inkubator wirausaha, pembentukan koperasi pemasaran agar karya mereka memiliki daya saing yang tinggi.
Kegiatan-kegiatan tersebut juga diharapkan dapat mempromosikan inklusivitas serta kesetaraan. Dengan begitu, kaum yang termarjinalkan ini tak lagi mendapat perlakuan diskriminasi baik di tengah keluarga, masyarakat, ataupun lingkungan kerja.
Pelatihan yang diadakan PTI cukup bervariasi, mulai dari merias wajah (makeup artist/MUA), menjahit, merangkai bunga, membuat produk makanan, hingga melukis.
Murid yang dijangkau pun beragam kondisinya, mulai dari tuna rungu, tuna daksa, hingga Down syndrome. Begitu pula rentang usianya.
"Ada yang sudah 40-an, bahkan 60 tahun. Kalau kita bicara mentally retarded, usia tersebut tidak bisa dikatakan tua," ujar Intan.
Sudah puluhan murid yang mereka jangkau. Setiap tahunnya PTI mengadakan semacam acara kelulusan dan memberikan penghargaan bagi murid paling inspiratif.
Acara bertajuk Karya Tanpa Batas itu digelar setiap 3 Desember yang bertepatan dengan Hari Disabilitas Internasional. Tahun ini, PTI akan mengadakannya di ASHTA District 8 selama tiga hari hingga 5 Desember.
Ditanya tentang pengalaman paling berkesan, mata Mira langsung berkaca-kaca.
"Setiap latihan, setiap mereka lulus. Selalu ada rasa haru yang luar biasa," kata Mira sambil berusaha menyeka air matanya.
"Ibu Mira ini yang sangat intens melatih mereka. Kesabarannya luar biasa," puji Intan yang bekerja sebagai direktur sebuah merek elektronik internasional itu.
Bagi Intan, berinteraksi dengan penyandang disabilitas memberi pelajaran hidup tersendiri. "Kalau kita tidak bersyukur dengan apa yang kita miliki sekarang sangat keterlaluan," tambahnya.
Di sela pameran, stan PTI kedatangan perempuan berhijab hitam bernama Yulia. Ia menenteng sebuah tas kotak besar.
Intan dan Mira kaget ketika bertemu Intan. Ketiganya sudah saling kenal akrab. Yulia ternyata makeup artist binaan PTI.
"Kelas MUA kami kebanyakan orang tuli seperti Yulia. Setelah lulus, mereka benar-benar dilepas dan cari job sendiri. Kami memang tidak ingin memberikan mereka privilege, hanya awal saja didampingi. Contohnya Yulia yang kami baru tahu dia ke sini karena ada panggilan untuk merias tanpa bantuan kami," ungkap Mira.
Simak Video "Video: Mengenal Pakaian Adaptif yang Ramah untuk Penyandang Disabilitas "
(dtg/dtg)