Pemerintah Korea Utara memberikan hukuman berat bagi pasangan suami istri yang bercerai. Menurut laporan Radio Free Asia, Rabu (18/12/2024), mereka digiring ke kamp kerja paksa untuk menebus 'kejahatannya' dalam kurun waktu satu hingga enam bulan.
Di Korea Utara, perceraian dianggap sebagai tindakan antisosial. Terlebih negara komunis seperti Korea Utara menganut Konfusianisme. Pernikahan dianggap abadi sampai akhir hayat bagi pasangan, tak ada ruang untuk bercerai.
Sebelumnya hanya suami atau istri yang mengajukan perceraian yang akan menerima hukuman. Namun, pemerintah Korea Utara memutuskan bahwa keduanya akan melewati hukuman bersama setelah perceraian mereka.
Seorang penduduk dari Provinsi Ryanggang Utara memberikan kesaksiannya kepada Radio Free Asia. Dia melihat bagaimana mantan suami-istri dibawa ke kamp kerja paksa setelah dinyatakan resmi bercerai di kantor pengadilan.
"Aku pergi ke Pengadilan Rakyat Kabupaten Kim Jong Suk... sebanyak 12 orang menerima putusan perceraian. Segera setelah putusan perceraian, mereka dipindahkan ke kamp kerja paksa di kabupaten," ungkap penduduk Provinsi Ryanggang Utara, yang meminta identitasnya dirahasiakan demi keselamatan.
Lebih lanjut, dia mengungkap perceraian di Korea Utara meningkat pesat sejak tahun 2020. Dengan merebaknya pandemi COVID-19, Korea Utara menerapkan lockdown dan sebagian besar keluarga kesulitan mencari nafkah. Kondisi finansial yang buruk menjadi alasan banyak pasangan suami istri bercerai.
Untuk mencegah perceraian pasangan suami istri di masa-masa sulit, pemerintah Korea Utara pun mulai menerapkan hukuman berat.
"Hingga tahun lalu, ketika pasangan suami istri bercerai, hanya orang yang mengajukannya yang akan dikirim ke kamp kerja paksa. Mulai bulan ini, semua pasangan yang bercerai akan dikirim ke kamp kerja paksa," terang sumber.
Sebelumnya pada Kamis (30/3/2023), Radio Free Asia melaporkan bagaimana pemerintah Korea Utara terguncang dengan tingginya tingkat perceraian di era pandemi COVID-19. Mereka memulai sebuah kampanye yang dikhususkan kepada wanita. Ada kelas yang diberikan melalui Serikat Perempuan Sosialis.
Tema dari kelas yang diberikan organisasi wanita terbesar di Korea Utara itu adalah, "Mari kita hilangkan fenomena perceraian secara menyeluruh dan membangun keluarga yang harmonis, menjadi sel dari masyarakat."
Demi mencegah perceraian, para orang tua yang sudah menjadi duda dan janda juga dipermalukan di depan umum. Namun, kampanye tersebut tidak menurunkan angka perceraian secara signifikan. Pemerintah Korea Utara memberikan ancaman lebih keras.
Perceraian dapat menjadi alasan seorang pejabat dikeluarkan dari Partai Pekerja Korea Utara. Mereka juga akan kehilangan semua fasilitasnya. Termasuk akses pendidikan, perumahan, dan pekerjaan yang lebih baik.
Radio Free Asia juga mendapatkan keterangan dari seorang janda yang baru menyelesaikan hukuman di kamp kerja paksa Provinsi Pyongan Selatan selama tiga bulan. Dia mengungkap bahwa wanita akan menerima hukuman yang lebih berat dibandingkan pria.
"Ada sekitar 80 wanita dan 40 pria yang dipenjara di kamp kerja paksa daerah. Sekitar 30 pria dan wanita dipenjara karena putusan perceraian dan hukuman wanita lebih lama."
Dia mengungkap pasangan suami istri Korea Utara yang bercerai biasanya berusia sekitar 30-an. Hal itu dipicu oleh KDRT yang dilakukan suami kepada istrinya akibat masalah finansial.
Ada pertimbangan khusus yang diberikan pemerintah Korea Utara kepada janda yang mengasuh anak kecil. Mereka harus pulang-pergi kamp militer setiap harinya sehingga dapat mengurus anak mereka di malam hari.
Simak Video "Video K-Talk: Kisah Pembelot Korea Utara Debut di Grup K-Pop 1VERSE"
(rcp/rcp)