Koleksi Ready-to-Wear Spring/Summer 2026 yang naik pentas di Paris Fashion Week baru-baru ini menjadi perjalanan reflektif antara masa lalu dan masa depan, antara harmoni dan ketidakaturan, antara ketenangan dan keberanian. (Foto: Dok. Dior)
Seperti tertera dalam pernyataan resminya, Jonathan mengajak publik untuk “menaruh sejarah Dior dalam sebuah kotak.” Bukan untuk melupakannya, melainkan untuk menyimpannya sebagai arsip emosional yang bisa dibuka kembali kapan saja. (Foto: Dok. Dior)
Fragmen, siluet, dan memori mode masa lalu dijalin ulang menjadi narasi baru yang segar, instingtif, tapi tetap berakar pada tradisi haute couture. (Foto: Dok. Dior)
Koleksi ini berbicara dalam “bahasa Dior” yang lembut, piktorial, penuh warna pastel yang dipertemukan dengan kejutan visual tiba-tiba. (Foto: Dok. Dior)
Gaun-gaun longgar dengan garis vertikal bersanding dengan potongan struktural yang tajam, sementara topi dan aksesori tampak seperti “implosi bentuk”, mencerminkan gagasan tentang restrukturisasi dan kebebasan diri. (Foto: Dok. Dior)
Setiap potongan adalah teater kecil: pakaian bukan sekadar pelindung tubuh, melainkan alat untuk menjadi karakter baru dalam panggung kehidupan. (Foto: Dok. Dior)
Dior mendorong pemakainya untuk bermain peran untuk mengekspresikan diri melalui gestur, siluet, dan kain. (Foto: Dok. Dior)
Di tangan tim kreatif yang melibatkan sineas Adam Curtis, desainer set panggung Luca Guadagnino dan Stefano Baisi, hingga stylist Benjamin Bruno, koleksi ini tampil sebagai pertemuan antara sinema dan mode. (Foto: Dok. Dior)
Musik dari Frédéric Sanchez memperkuat atmosfer melankolis nan dramatis, sementara produksi oleh Bureau Betakmenjadikan pertunjukan ini bukan sekadar fashion show, melainkan pengalaman imersif. (Foto: Dok. Dior)
Jonathan menegaskan: “Change is inevitable.” Melalui koleksi ini, perubahan itu bukan ancaman, melainkan keindahan baru yang lahir dari keberanian menatap masa depan tanpa melepaskan masa lalu. (Foto: Dok. Dior)