Foto: Intip Pembuatan Ecoprint Ramah Lingkungan Karya UMKM Tangsel

Sebuah rumah di Rawa Buntu, Tangerang Selatan, Banten, menjadi tempat pembuatan ecoprint. Pemiliknya, Nuning Sekarningrum (kiri), sudah mulai menggarapnya sejak 2018. (Foto: Daniel Ngantung/detikcom)

Sebuah rumah di Rawa Buntu, Tangerang Selatan, Banten, menjadi tempat pembuatan ecoprint. Pemiliknya, Nuning Sekarningrum (kiri), sudah mulai menggarapnya sejak 2018. (Foto: Daniel Ngantung/detikcom)

Ecoprint bukan batik, ini adalah seni meletakkan daun di atas kain, ujar Nuning. Mengawali proses pembuatan, ibu tiga anak itu mengumpulkan dedaunan dan bunga yang tumbuh di halaman rumahnya. “Kulit kayu yang terkelupas juga bisa,” tambahnya. (Foto: Daniel Ngantung/detikcom)

"Ecoprint bukan batik, ini adalah seni meletakkan daun di atas kain," ujar Nuning. Mengawali proses pembuatan, ibu tiga anak itu mengumpulkan dedaunan dan bunga yang tumbuh di halaman rumahnya. “Kulit kayu yang terkelupas juga bisa,” tambahnya. (Foto: Daniel Ngantung/detikcom)

Proses pembuatan terdiri dari lima tahap yang terdiri scouring, mordanting, pencetakan, pengukusan, dan fiksasi mordan. Dalam scouring, kain dibersihkan dulu dengan larutan TRO (turkish red oil) untuk menghilangkan kotoran. Setelah kain bersih, baru daun ditata di atasnya. Sebenarnya, daun apapun bisa dipakai, tapi Nuning menyerankan pilih daun dengan kandungan tanin yang kuat seperti daun truja dan daun lanang. Semakin tinggi taninnya, semakin baik mengikat warnanya, ujar Teh Noen, begitu sapaan akrabnya. (Foto: Daniel Ngantung/detikcom)

Proses pembuatan terdiri dari lima tahap yang terdiri scouring, mordanting, pencetakan, pengukusan, dan fiksasi mordan. Dalam scouring, kain dibersihkan dulu dengan larutan TRO (turkish red oil) untuk menghilangkan kotoran. Setelah kain bersih, baru daun ditata di atasnya. Sebenarnya, daun apapun bisa dipakai, tapi Nuning menyerankan pilih daun dengan kandungan tanin yang kuat seperti daun truja dan daun lanang. "Semakin tinggi taninnya, semakin baik mengikat warnanya," ujar Teh Noen, begitu sapaan akrabnya. (Foto: Daniel Ngantung/detikcom)

Pewarnaannya sendiri menggunakan bahan-bahan alami, seperti jelawe dan secang. Meski ada penggunaan material yang bukan berasal dari tumbuhan seperti tawas dan TRO, Nuning mengklaim semuanya aman terhadap lingkungan karena sudah lolos uji Balai Tekstil dan Balai Batik tahun lalu. (Foto: Daniel Ngantung/detikcom)

Pewarnaannya sendiri menggunakan bahan-bahan alami, seperti jelawe dan secang. Meski ada penggunaan material yang bukan berasal dari tumbuhan seperti tawas dan TRO, Nuning mengklaim semuanya aman terhadap lingkungan karena sudah lolos uji Balai Tekstil dan Balai Batik tahun lalu. (Foto: Daniel Ngantung/detikcom)

Kain penuh tumbuhan tadi kemudian digulung dan dibungkus plastik sebelum akhirnya berlanjut ke proses pengukusan di dalam panci masak. Durasi bergantung pada ketebalan kain. Jika tebal seperti tenun ATBM bisa mencapai dua jam. (Foto: Daniel Ngantung/detikcom)

Kain penuh tumbuhan tadi kemudian digulung dan dibungkus plastik sebelum akhirnya berlanjut ke proses pengukusan di dalam panci masak. Durasi bergantung pada ketebalan kain. Jika tebal seperti tenun ATBM bisa mencapai dua jam. (Foto: Daniel Ngantung/detikcom)

Hasilnya, sebuah scarf yang dihiasi motif dedaunan dan bunga berbagai bentuk. Di tangan Nuning, pengolahan kain ecoprint tak sebatas syal atau semacam. Terdapat pula aksesori seperti tas, topi, dan pakaian seperti outerwear. Ia menjual kreasinya di sebuah butik bernama Galeri 37 yang didirikannya di sebelah rumah. (Foto: Daniel Ngantung/detikcom)

Hasilnya, sebuah scarf yang dihiasi motif dedaunan dan bunga berbagai bentuk. Di tangan Nuning, pengolahan kain ecoprint tak sebatas syal atau semacam. Terdapat pula aksesori seperti tas, topi, dan pakaian seperti outerwear. Ia menjual kreasinya di sebuah butik bernama Galeri 37 yang didirikannya di sebelah rumah. (Foto: Daniel Ngantung/detikcom)

Membuat ecoprint ternyata memberi kepuasan tersendiri bagi Nuning. Satu keunikan ecoprint dari semua produk yang aku buat, tidak ada satupun yang sama. Soalnya, setiap tumbuhan punya ukuran yang berbeda-beda kan, kata perempuan yang pernah melakoni profesi sebagai atlet sepakbola itu. (Foto: Daniel Ngantung/detikcom)

Membuat ecoprint ternyata memberi kepuasan tersendiri bagi Nuning. "Satu keunikan ecoprint dari semua produk yang aku buat, tidak ada satupun yang sama. Soalnya, setiap tumbuhan punya ukuran yang berbeda-beda kan," kata perempuan yang pernah melakoni profesi sebagai atlet sepakbola itu. (Foto: Daniel Ngantung/detikcom)

Terlepas dari pundi-pundi yang terkumpul, berbagi ilmu tentang ecoprint dan cara membuatnya justru paling membuat Nuning bahagia. Banyak anak kuliahan suka magang di sini, emak-emak sekitaran Tangsel juga suka datang, kami membuat ecoprint bareng-bareng, kata Nuning yang juga tergabung dalam UMKM binaan BRI ini. (Foto: Daniel Ngantung/detikcom)

Terlepas dari pundi-pundi yang terkumpul, berbagi ilmu tentang ecoprint dan cara membuatnya justru paling membuat Nuning bahagia. "Banyak anak kuliahan suka magang di sini, emak-emak sekitaran Tangsel juga suka datang, kami membuat ecoprint bareng-bareng," kata Nuning yang juga tergabung dalam UMKM binaan BRI ini. (Foto: Daniel Ngantung/detikcom)

Semangat untuk berbagi ilmu membawanya sampai ke Lapas Wanita Tangerang. Sejak 2020, ia dan timnya rutin mengadakan pelatihan setiap tiga bulan sekali untuk para narapidana (napi) di lapas tersebut. Sekali turun 200 napi ikutan, ungkap Nuning saat menceritakan antusiasme para peserta. (Foto: Daniel Ngantung/detikcom)

Semangat untuk berbagi ilmu membawanya sampai ke Lapas Wanita Tangerang. Sejak 2020, ia dan timnya rutin mengadakan pelatihan setiap tiga bulan sekali untuk para narapidana (napi) di lapas tersebut. "Sekali turun 200 napi ikutan," ungkap Nuning saat menceritakan antusiasme para peserta. (Foto: Daniel Ngantung/detikcom)