Chanel, salah satu brand high-end paling ikonis di dunia, baru saja mengumumkan keputusan untuk memangkas 70 pekerjaan di Amerika Serikat.
Dalam pernyataan resminya, Chanel menyebut bahwa keputusan ini adalah bagian dari upaya untuk 'lebih beradaptasi dengan tantangan ekonomi saat ini.' Pengurangan ini mencakup sekitar 2,5% dari total tenaga kerja Chanel di AS.
Langkah ini menjadi pengingat bahwa bahkan label mewah sekelas Chanel pun tidak kebal dari tantangan ekonomi global. Tercatat pada 2023, total karyawan Chanel berjumlah sekitar 36.500.
Meskipun dikenal sebagai merek eksklusif yang melayani pelanggan super kaya-dengan tas tangan yang bisa berharga lebih dari €10.000 atau sekitar Rp170 juta-Chanel tetap merasakan dampak penurunan permintaan barang mewah secara global.
"Kami memahami bahwa permintaan pasar bisa naik turun," ujar Chanel dalam pernyataannya, seperti dikutip dari Business of Fashion.
Meskipun akan ada pengurangan pekerjaan dan karyawan, Chanel menegaskan bahwa Amerika Serikat tetap menjadi bagian penting dari strategi jangka panjang perusahaan.
Pada 2023, Amerika menyumbang sekitar 20% dari total penjualan Chanel, sementara Eropa berkontribusi 28% dan Asia Pasifik mendominasi dengan 52%.
Meskipun ada tantangan, harapan untuk perbaikan di industri barang mewah mulai terlihat. Pekan lalu, Richemont, yang memiliki Cartier, melaporkan penjualan kuartal terakhir yang melampaui ekspektasi.
Sementara itu, firma konsultasi Bain & Company, memprediksi bahwa industri barang mewah pribadi kemungkinan akan stagnan pada 2024 tetapi bisa tumbuh hingga 4% pada 2025.
Sebagai salah satu merek paling berpengaruh di dunia, Chanel tetap dimiliki secara pribadi oleh Alain dan Gerard Wertheimer, yang masing-masing memiliki kekayaan sekitar US$46 miliar.
Keputusan pengurangan tenaga kerja ini menunjukkan bahwa bahkan rumah mode legendaris pun harus membuat penyesuaian dalam menghadapi kondisi ekonomi yang terus berubah.
Simak Video "Virginie Viard Hengkang dari Rumah Mode Mewah Chanel"
(hst/hst)