Sebuah sweater coklat tampak seperti luaran rajutan pada umumnya. Namun, siapa sangka jika pakaian tersebut terbuat dari rambut manusia.
Sweater yang dimaksud membungkus tubuh seorang model wanita untuk pemotretan materi promosi Human Material Loop. Perusahaan rintisan (startup) asal Belanda ini mengembangkan teknologi yang mengubah rambut manusia menjadi material tekstil.
Zsofia Kollar, salah satu pendirinya, mengatakan rambut sangat berpotensi menggantikan benang konvensional. Kemungkinan tersebut diperkuat oleh hubungan emosional antara manusia dan rambutnya.
"Kita sangat memedulikan kesehatan rambut kita. Namun ketika dipotong, kita malah merasa jijik," katanya seperti dikutip CNN.
Tak heran bila limbah rambut manusia terbuang begitu saja. Upaya pendauran ulangnya masih begitu minim. Padahal, kontribusinya terhadap pemanasan global cukup signifikan.
Bayangkan saja, salon-salon di Amerika Serikat dan Kanada setiap menitnya bisa memproduksi 397 kg limbah rambut.
Ketika menjadi sampah dan tak lagi mendapat asupan oksigen karena terbungkus, rambut melepaskan gas rumah kaca, penyebab perubahan iklim.
Dalam laporannya, Human Material Loop menyebut 72 juta kg limbah rambut berujung di tempat pembuangan akhir setiap akhirnya. Jumlah tersebut setara dengan tujuh kali berat Menara Eiffel.
"Sebuah permasalahan yang begitu besar tapi sampai saat ini belum ada solusi yang tepat" tambah Kollar.
Berawal dari pandemi, Human Material Loop mengolah limbah rambut dari salon di Belanda, Belgia, dan Luxemburg. Rambut yang sudah terpotong atau rusak disebut tak mengandung nuclear DNA sehingga identitas pemiliknya tak dapat dilacak sebagai faktor keamanan.
Menurutnya, teknik pembuatan benang dari rambut tak berbeda jauh dari material lainnya. Rambut yang telah dipotong pendek-pendek dipintal menjadi satu dan diubah menjadi benang panjang untuk membentuk gulungan, lalu diwarnai dengan pigmen murni. Mewarnainya bisa d
Simak Video "Video: Style Rambut Androgynous ala Idol K-Pop"
(dtg/dtg)