Denny Wirawan merayakan delapan tahunnya mengolah Batik Kudus dalam pagelaran fashion bertajuk 'Sandyakala Smara'. Parade busananya kali ini spesial karena digelar langsung di Kudus, Jawa Tengah berlatar rumah tradisional. Terinspirasi sejarah dari wastra itu sendiri, sang desainer memadankannya dengan kebaya encim, cheongsam, serta siluet nan vintage.
Koleksi Sandyakala Smara Koleksi Batik Kudus 2023-2024 diadakan di Rumah Adat Kudus Yasa Amrta pada Rabu, (6/9/2023). Sang perancang menampilkan olahan kain dari pembatik dan kolektor dengan berbagai detail yang mengeksplorasi sisi-sisi kelokalan. Hal tersebut bermaksud untuk memperkenalkan kebudayaan dan wisata Kota Kretek sekaligus memajukan ekonomi warga sekitar.
Dalam pagelarannya, berbagai busana bernuansa tradisional dihadirkan dengan gaya ala 1930-1950, era kejayaan Batik Kudus. Batik Kudus sendiri disebut sudah menjadi komoditas sejak 1500an dan sempat menjadi wastra yang status sosial kalangan menengah atas. Karena itu, beberapa tampilan dibuat megah bak jubah kerajaan meski ada pula yang bersiluet lebih modern dan praktis untuk dipakai di keseharian.
Fashion show Denny Wirawan dimulai dengan monolog dari Happy Salma mengenai sejarah Batik Kudus. Acara kemudian dilanjutkan dengan babak pertama dari koleksi ready to wear tersebut. Berlatar Joglo Pencu, para model bak gadis peranakan Tionghoa yang mengenakan berbagai variasi kebaya dan kain Batik Kudus.
Dalam tema Mahajana, kebanyakan busana tampil ala kebaya encim yang dikreasikan menjadi lebih kekinian. Misalnya saja beberapa atas bersiluet kebaya dengan potongan tegas, aksen balloon sleeve sampai pita besar di bagian punggung. Perpaduan warna yang cantik juga membuatnya busana bernuansa tradisional itu tampak modern dan segar.
"Sekuen pertama memang kain-kain panjang untuk kebaya tidak digunting karena ingin menonjolkan kainnya. Karena mengusung Peranakan, banyak cheongsam, mirip baju kurung yang disesuaikan untuk dipakai di zaman sekarang," tutur di Jiva Bestari, Kudus, Jawa Tengah, Kamis, (7/9/2023).
Adapun dalam babak kedua, Asmaradana, perancang masih menawarkan siluet vintage selagi menyoroti kebangkitan industri pada 1920an. Kali ini berbagai atasan cheongsam dibuat dengan gaya yang lebih dramatis, contohnya penggunaan bustier dan long coat.
"Konsepnya biar bisa diterima jadi lebih kekinian, kita eksplor dan menjadikan motifnya modern. Koleksi ini ready to wear dan cocktail wear. Saya tidak mau membuat pola yang ribet karena mau menonjolkan Batik yang kita sudah pikirkan lama," ungkapnya.
Selain dari potongan, corak juga menjadi perhatian dalam sekuen ini. Sesuai tema, Denny menampilkan banyak motif bunga dan hewan dan gambar khas peranakan lain dalam lebih dari 70 tampilan. Beberapa yang mendominasi, seperti awan, naga, burung phoenix, ayam, bunga krisan, teratai, dan lain-lain. "Satu kata untuk Batik Kudus, meriah" kata Denny.
Sekuen ketiga menjadi penutup yang manis untuk peragaan busana ini. Dalam Sutera, Denny seolah mengajak berwisata masa lalu ke masa Kerajaan China melalui helain Batik Kudus. Pada babak tersebut, dihadirkan banyak gaun-gaun ekstravagan dan jubah-jubah glamour sehingga berkesan megah. Bordir dan payet yang ditampilkan juga lebih berdimensi dengan paduan warna khas Tiongkok yang segar seperti merah, kuning, dan hijau.
Beberapa tampilan yang mencuri perhatian, antara lain dress Batik dengan pita besar, atasan peplum dengan ikat pinggang dan jubah nan flowy bak hanfu, atasan berstruktur hingga cheongsam berlengan raksasa.
(ami/ami)